apakabar@clark.net
Fri, 10 Jul 1998 15:26:39 -0600 (MDT) 
[INDONESIA-L] Re - Oh, Irian Jaya (1)(2)(3)

Date: Fri, 10 Jul 1998 16:25:05 +0200
To: APAKABAR@clark.net
From: Waruno Mahdi <mahdi@FHI-Berlin.MPG.DE>

rebroadcasted on

Date: Sat, 11 Jul 1998 05:16:05 -1000 (HST)
From: maluku-net@lava.net
____________________________________________

Saya sangat sedih dengan kebutaan sdr J***** menayangi masalah rakyat setanahair kita di Irian Barat alias Irian Jaya.

Alangkah congkaknya mencemoohkan dan meremehkan penduduk pribumi Irian, sama saja seperti perwira ABRI yang melontarkan bahwa "itu orang primitiv" untuk mencoba memaafkan pembantaian biadab terhadap mereka. Bagi setiap orang yang benar patriot bangsa Bhineka Tunggal Ika, sebagaimana yang Anda mengaku itu, sama sakitnyalah rasa hati oleh korban mahasiwa Uncen, sebagaimana halnya dengan korban mahasiswa Usakti kemarin! Sama marahnyalah dengan tindakan kekerasan terhadap penduduk Irian Jaya seperti halnya terhadap penduduk Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, dll. Malah lebih marah lagi!

Jadi, apabila gerakan reformasi menuntut pengusutan ketersangkutan oknum-oknum ABRI dalam pembunuhan di Usakti, penculikan, penjarahan, pemerkosaan, serta pembunuhan lain, maka harus juga menuntut pengusutan kejahatan oknum-oknum Anti-Pancasila dalam ABRI yang melakukan dan bertanggung jawab atas pembunuhan-pembunuhan terhadap rakyat damai di Irian Jaya serta penggusuran dan pembakaran rumah tinggal dan rumah ibadahnya. Bacalah kembali di Pembukaan dalam UUD 45:

"Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"

Punya guna apa kita akan satu ABRI yang boleh menginjak-injak UUD 45 dan Pancasila dengan sepatu lars? Alangkah baiknya kalau Pak Wiranto mengambil langkah-langkah kongkret, effektif, dan konsekuen, untuk mereformasi ABRI supaya kongruen kembali dengan Pancasila, UUD 45, dan Sapta Marga. Karena reformasi negara RI tidak cukup cuma dengan reformasi tubuh politiknya. Mengekspos kejahatan yang dilakukan oleh oknum ABRI bukanlah penghinaan terhadap ABRI atau serangan terhadap ABRI. Adalah perbuatan jahat itulah yang menghina ABRI, dan perlindungan terhadap oknum yang melakukannya itulah yang merongrong integritas ABRI. Dengan menyensori berita mungkin bisa mengelabui mata umum, apalagi yang di luarnegeri. Tetapi ABRI tidak bisa bersembunyi dari rakyat yang ada di mana-mana dan melihat serta menderita segala kelalimannya itu. Lantas ABRI mau jadi angkatan bersenjatanya bangsa mana kalau rakyat bangsanya sendiri dimusuhi?

Dalam hal rakyat Irian Jaya kita jangan lupa kedudukan khususnya dalam keluarga sukubangsa-sukubangsa yang bernaung dalam tanahair bersama kita. Mereka ditahan 13 tahun lebih lama dalam kekuasaan kolonial, dan baru kembali masuk wilayah kekuasaan RI setelah perpindahan kekuasaan yang diperantari oleh setengah tahun administrasi UNTEA.

Dengan demikian, kita bisa bayangkan betapa kagetnya rakyat setempat, mendapat perlakuan kasar dari warga TNI yang disangkanya "pembebas" dan mewakili bangsa Indonesia. Lain halnya dengan petani di Kedungombo atau rakyat lain di seluruh tanahair yang pernah mengalami tindakan kelaliman oknum ABRI, yang mengerti bahwa perlakuan jahat ini bukan sebagai wakil bangsa Indonesia, melainkan oknum ABRI dalam rejim Orde Baru. Tapi dapatkah kita menyalahi syakwasangka rakyat Irian Jaya terhadap oknum ABRI sawomatang yang berlagak seperti tentara pendudukan dengan segala kebengisannya, tak beda dengan tentara pendudukan Nippon memperlakukan rakyat "Asia Raya" dulu? Lebih-lebih lagi ditambah dengan cemoohan gaya "itu orang primitiv" dari orang seperti Sdr. J***** ini? Ngomong-ngomong, apakah Anda tahu artinya "Bhinneka tunggal ika"?

Kita jangan buru-buru menyatakan "kecewa" karena penduduk Irian Jaya menaikkan bendera separatis. Melainkan kita seharusnya buru-buru menyatakan solider dengan perjuangan mereka melawan kelaliman oknum militer dan birokrasi. Perbuatan penduduk yang menaikkan bendera separatis itu bukan "pengkhianatan" terhadap negara RI, melainkan tindakan protes yang lumrah terhadap aparat negara Non-Pancasila yang menindas rakyat. Adalah perbuatan oknum ABRI kualat itulah yang merupakan pengkhianatan, pertama-tama pengkhianatan terhadap arwah warga ABRI yang telah tewas dalam perjuangan perebutan kembali Irian Barat.

Sebagai orang Indonesia yang setia kepada negara Bhinneka Tunggal Ika ini, tugas kita terhadap kawan setanahair Irian Jaya sekarang ini yang paling mendesak ialah ramai-ramai menunjukkan solidaritas kita, supaya rakyat di Irian Jaya bisa melihat, bahwa orang Indonesia itu bukanlah seperti oknum-oknum penindas yang mereka kenal sampai sekarang. Alangkah baiknya kalau dari semua unversitas di segenap Nusantara ada aksi solider dengan rekan-rekan UnCen. Kita perlu secara jujur dan ikhlas mengakui, bahwa sejak Irian Jaya kembali ke pangkuan pertiwi, selama 35 tahun ini, kita gagal melindungi rakyat Irian Jaya dari kelaliman oknum-oknum ABRI dan birokrasi lain (dan juga dari rasisme orang-orang seperti Sdr. J*****?). Memang, kita juga gagal melindungi rakyat di pulau-pulau lainnya, tapi Irian Jaya ini mempunyai kedudukan khusus, dan sudahlah menjadi kewajiban segenap patriot Indonesia untuk memberinya perlindungan khusus.

Kalau rakyat Irian Barat mau memaafkan keteledoran kita yang telah begitu menyakitinya selama 35 tahun itu, saya pribadi tidak keberatan bendera "Papua Barat" itu dijadikan lambang resmi propinsi Irian Barat dan berkibar selama-lamanya di gedung DPRD. Begitupun kalau kota Jayapura namanya diganti jadi Numbai, karena Pancasila selama 35 tahun ternyata tidak "jaya" disana, melainkan diinjak-injak sepatu lars.



Back to Index